15 Des 2010

Hanya Bersimpati ? Atau menggugah rasa Empati ??

Hari Selasa tgl 30 November 2010 adalah suatu hari yang sangat menggugah hati bagi saya dan beberapa teman saya. Hujan deras iringi sore itu selama perjalanan kami menuju tempat yang paling belum pernah kita tuju karena "mungkin" sibuk akan kegiatan masing - masing. Kami dalam mata kuliah Ketrampilan Interpersonal, Mengadakan kuliah outdoor dengan berkunjung ke Lembaga panti Sosisal. Suatu lembaga dimana menampung para tunawisma yang ada disekitar lembaga tersebut, mereka adalah kaum yang sering dikejar-kejar para Trantib karena dianggap merusak keindahan kota.

Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang bekerja sebagai pemulung sampah, pekerja jasa sol sepatu, membuka warung makan kecil, bahkan pengemis. Ada yang sudah menetap , memiliki keluarga tetapi tak mengharapan akan kehadirannya, ada yang masih menginap di jalanan beratapkan langit. Berbalut baju kumal mereka, memang kontras dengan apa yang kami pakai pada sore hari itu.

Sebut saja Bapak Samson, Guratan wajah tua dan sayu terekam sangat kuat diwajahnya, melukiskan betapa sangat berat kehidupan yang dijalani, dan hari-hari akhir dimasa tuanya. Sepertinya tidak ada harapan yang terpancar diwajahnya, hanya pasrah pada kehidupan yang sudah diberikan padanya. Hari ini Bapak ini bisa sedikit menyungingkan senyumnya bercanda dengan kami, bahkan mengajak kami berbicara meskipun Beliau orangnya pemalu dan tidak banyak berbicara.

Apa yang diharapkan oleh Mata Kuliah ini adalah perasaan yang membuat mereka merasa sebagai manusia bukan sebagai sampah masyarakat. Suatu dorongan semangat untuk membuat mereka bisa berjuang memperbaiki kondisi mereka lebih baik lagi, bukan sekedar sedekah saja. Mereka juga merasakan rasa yang nyaman ketika kami yang datang bisa “ berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah”. Bertatap muka dan bercengkrama dengan hati yang tulus, bukan wajah rasa jijik kita atau perasaan yang lebih tinggi dari mereka. Mereka hanya ingin di “ Uwongke ” dalam bahasa jawanya.

Untungnya lembaga ini mampu memberikan rumah bagi mereka sehingga mereka dapat hidup dalam sehari – harinya seperti orang kebanyakan pada umumnya dan memberikan beberapa ketrampilan yang bermanfaat kelak setelah mereka keluar dari tempat tersebut dan berharap tidak akan memiliki kehidupan yang sama seperti dahulu. Memberikan motivasi kepada mereka untuk memiliki “ impian” yang sepertinya mustahil bagi mereka tuk mengapainya.

Dengan impian, apabila dengan yakin dipercayai, akan berubah menjadi suatu doa yang luar biasa, yang memacu mereka untuk dapat mencapainya. Ternyata masih ada impian yang boleh mereka punyai, bila dibuahi menghasilkan suatu harapan, untuk bisa melangkah untuk memperbaiki kondisi lebih baik lagi.
Mungkin dari mereka akan yang menjadi sukses, sukses dalam arti mereka bisa melangkah lebih kiat lagi berusaha untuk mejadikan diri mereka lebih baik dari sekarang. Mencapai impian setinggi mungkin yang bisa dicapai.

Hari ini bukan sekedar simpati yang kita berikan tetapi kami belajar bagaimana berempati dengan mereka, merasakan secara 4 mata, melihat, mendengar, mencium dan bahkan bisa merasakan, masuk dalam kehidupan mereka. Merasakan indahnya berbagi, walau hanya membawakan setipis senyum dan baju layak pakai untuk mereka. Sangat nikmat rasanya melihat wajah-wajah gembira mereka, walau sesaat, saat mereka menerima kedatangan kami. Mereka menaruh harapan besar kepada kita calon – calon penerus bangsa yang ke depannya akan membawa Indonesia lepas akan derita seperti ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;